Skip navigation

Bukan sekali ini FPI (Front Pembela Islam) berulah anarkis. Untuk kesekian kalinya, dengan bebasnya, mereka bertindak melanggar hukum menyerbu aktivis Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKK-BB) yang sedianya akan melakukan apel akbar di daerah Monas. Alasannya, tidak jelas.

Jika Polisi diam saja, alasannya adalah untuk tidak memperkeruh suasana, demikian diucapkan Kombes Pol Heru Winarko, kepada detikcom di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (1/6/2008). Pernyataan ini aneh, karena jika polisi berani bentrok dengan pengunjuk rasa anti kenaikan BBM, jika polisi berani menyerbu ke dalam kampus UNAS, seharusnya menangkap tangan orang yang jelas-jelas melakukan tindakan kriminal semestinya lebih rasional. Tapi ternyata, seperti yang sudah sering terjadi, polisi membiarkan kejahatan yang dilakukan terang-terangan oleh massa berkelompok.

Sepertinya terdapat undang-undang tak tertulis bahwa kejahatan yang dilakukan secara berkelompok oleh massa tidak perlu dikenai sanksi hukum. Sudah banyak contoh untuk ini. Terlebih jika pelaku pelanggaran melakukan aksinya sambil meneriakkan “allahuakbar”. Kondisi seperti ini tentunya akan memperburuk citra Islam dan semakin menjauhkan pemahaman akan Islam yang sebenarnya.

Jika mau, tentu segala masalah ada solusinya.

Bagi Polisi, adakan jumpa pers dengan didampingi dengan MUI (Majelis Ulama Indonesia). Tujuannya adalah untuk menandaskan bahwa segala tindakan melanggar hukum harus dikenai sanksi. Jika perlu, MUI dapat mengeluarkan fatwa bahwa kekerasan dan anarki tidak dibenarkan, apapun alasannya. MUI juga harus menyadarkan bahwa seharusnya semua pihak menjaga citra Islam yang sebenarnya.

Bagi FPI, biasakan dengan budaya dialog. Manusia diberi akal budi untuk dapat mengolah permasalahan dengan bijak. Kebijaksanaan tidak lahir dengan sendirinya. Kebijaksanaan seseorang lahir melalui proses belajar yang panjang. Apakah mungkin FPI memiliki kebijaksanaan seperti ini?

Leave a comment